Beranda | Artikel
Alasan Sebagian Orang dalam Membela Maulid
Rabu, 24 Februari 2010

Posting kali ini masih merupakan kelanjutan dari posting sebelumnya. Yang kami angkat adalah beberapa kerancuan dari orang yang membela acara maulid Nabi dan jawaban dari kerancuan tersebut. Semoga bermanfaat.

[Pertama] Maulid adalah Bentuk Rasa Syukur, Pengagungan dan Penghormatan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Cukup kami jawab, kalau memang maulid adalah bentuk syukur, mengapa sejak generasi sahabat hingga imam mazhab yang empat tidak ada yang melakukan perayaan ini[?] Apakah keimanan mereka lebih rendah dibanding orang-orang sekarang yang merayakannya[?] Apakah orang ini menyangka lebih mendapat petunjuk daripada generasi awal tersebut[?]

Semoga kita dapat merenungkan perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah berikut.

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)

Juga kami katakan, “Mengapa ucapan syukur, penghormatan dan pengagungan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sekali dalam setahun, hanya pada 12 Rabi’ul Awwal? Mengagungkan, mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersyukur bukan hanya sekali setahun, namun setiap saat dengan mentaati dan selalu ittiba’ pada beliau.”

[Kedua] Maulid Nabi adalah Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik)

Perkataan ini muncul karena mereka melihat para ulama yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah atau dholalah (sesat/jelek). Jadi menurut mereka tidak semua bid’ah itu sesat.

Ingatlah saudaraku, bid’ah dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dikenal sama sekali adanya bid’ah hasanah. Bahkan yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diyakini oleh sahabat, setiap bid’ah adalah sesat.

Perhatikanlah sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berikut.

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

Lihatlah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Kita akan melihat bahwa mereka mengatakan semua bid’ah itu sesat, tanpa ada pengecualian.

Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa ‘Umar bin Al Khaththab pernah menyatakan bahwa shalat tarawih yang dia hidupkan adalah “sebaik-baik bid’ah”? Dari perkataan beliau ini menurut mereka, ada bid’ah hasanah (yang baik).

Sanggahan: Ingatlah para sahabat tidak mungkin melakukan bid’ah. Yang dimaksud dengan bid’ah dalam perkataan ‘Umar adalah bid’ah secara bahasa Arab yang berarti sesuatu yang baru.

Jika ada yang masih ngotot bahwa tidak semua bid’ah sesat, ada di sana bid’ah yang baik (hasanah), maka cukup kami katakan: Kalau ‘Umar menghidupkan shalat tarawih dan beliau katakan sebagai bid’ah, hal ini ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melaksanakan shalat tarawih di awal-awal Ramadhan. Namun karena takut amalan tersebut dianggap wajib, maka beliau tidak menunaikannya lagi. Jadi, intinya ‘Umar memiliki dasar dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sekarang, apa maulid Nabi memiliki dasar dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana shalat tarawih yang dihidupkan oleh ‘Umar[?] Jawabannya tidak sama sekali. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah merayakan hari kelahirannya, begitu pula para sahabat, tabi’in, dan para imam madzhab tidak ada yang merayakannya. Sehingga maulid tidak bisa kita sebut bid’ah hasanah. Yang lebih tepat maulid adalah bid’ah madzmumah (tercela) sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syuqairiy dan Al Fakihaniy yang telah kami sebutkan dalam tulisan sebelumnya.

[Ketiga] Niatannya Supaya Lebih Mengenal Sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Mungkin ada yang berseloroh, kalau melakukannya dengan niatan ibadah maka bid’ah, tapi kalau sekedar memperingati agar lebih mengenal sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka mubah, bahkan bisa jadi sunnah atau wajib, karena setiap muslim wajib mengenal Nabinya.

Kita katakan kepadanya bahwa itu tidak benar! Sungguh ironis, seorang yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengenalinya kok hanya setahun sekali?! Mengenal sosok beliau tidaklah dibatasi oleh bulan atau tanggal tertentu. Jika ia dibatasi oleh waktu tertentu, apalagi dengan cara tertentu pula, maka sudah masuk ke dalam lingkup bid’ah. Lebih dari itu, sangat mustahil atau kecil kemungkinannya bila tidak disertai niat merayakan hari kelahiran beliau, yang ini pun sesungguhnya sudah masuk ke dalam lingkup tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang Nashrani yang dibenci oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Mereka (orang Nashrani) merayakan kelahiran Nabi Isa melalui natalan, sedangkan mereka merayakan kelahiran Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui natalan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Sudikah kita mengenal dan mengenang Nabi, namun beliau sendiri tidak suka dengan cara yang kita lakukan?! Dan siapa bilang harus mengenal sosok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cuma melalui acara maulid yang hanya diadakan sekali setahun[?] Bukankah masih ada cara lain yang sesuai tuntutan dan tidak tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir.

[Keempat] Nabi memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa

Sebagian beralasan dengan puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Senin, karena pada hari tersebut adalah hari kelahirannya. Ini berarti hari kelahiran boleh dirayakan. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanyakan mengenai puasa pada hari Senin, beliau pun menjawab,

« ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ ».

Hari tersebut adalah hari kelahiranku, hari aku diangkat sebagai Rasul atau pertama kali aku menerima wahyu.” (HR. Muslim [Muslim: 14-Kitab Ash Shiyam, 36-Bab Anjuran Puasa Tiga Hari Setiap Bulannya])

Sanggahan: Bagaimana mungkin dalil di atas menjadi dalil untuk merayakan hari kelahiran beliau[?] Ini sungguh tidak tepat dalam berdalil. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melaksanakan puasa pada tanggal kelahirannya yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, dan itu kalau benar pada tanggal tersebut beliau lahir. Karena dalam masalah tanggal kelahiran beliau masih terdapat perselisihan. Yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan adalah puasa pada hari Senin bukan pada 12 Rabiul Awwal[!] Seharusnya kalau mau mengenang hari kelahiran Nabi dengan dalil di atas, maka perayaan Maulid harus setiap pekan bukan setiap tahun.

Semoga Allah senantiasa memberi taufik. Insya Allah berikutnya kami akan sampaikan syubhat (kerancuan lainnya). Semoga Allah beri kemudahan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Rabu, 6 Rabi’ul Awwal 1430 H

Baca Juga:


Artikel asli: https://rumaysho.com/871-alasan-sebagian-orang-dalam-membela-maulid.html